PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
TUGAS MATA KULIAH
PENDIDIKAN PANCASILA
KELAS 61
KELOMPOK: 4
1. AZIZAH SARAH F.A.R 162110101201
2. NUR LAILATUL L. 162110101120
3. NURUL MUASOMAH 162110101125
4. OKTAVIANI DEWANDARU 162110101179
BS-MKU UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA”. Makalah ini berisi tentang Dinamika dan Tantangan
Pancasila sebagai Dasar Negara, Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila, Esensidan
Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara, HubunganPancasiladenganProklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan Pasal-Pasal UUD 1945, Implementasi Pancasila dalam Perumusan Kebijakan.
Penulisan
makalah ini tidaklah lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
2.
Orang
tua kami, yang selalu memberikan dukungan dan doa restunya yang tak pernah
berhenti,
3.
Teman-teman
yang tak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan masukan serta
dukungan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami meminta saran dan kritik yang membangun agar
kedepannya kami dapat membuat suatu makalah yang lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.
Jember,
11
Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang..................................................................................................... iv
1.2Rumusan Masalah................................................................................................. iv
1.3Tujuan.................................................................................................................... v
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar
Negara................................ 1
2.1.1 Argumen tentang dinamika pancasila
sebagai dasar negara.................... 6
2.1.2 Argumen tentang tantangan pancasila
sebagai dasar negara................... 6
2.2Esensidan
Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara........................................... 7
2.3Hubungan PancasiladenganProklamasi, Pembukaan UUD 1945, danPasal-Pasal UUD 1945 10
2.4Implementasi Pancasila
dalam Perumusan Kebijakan....................................... 15
BAB
III PENUTUP
3.1Kesimpulan..................................................................................................... 23
DAFTARPUSTAKA........................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
Di
dalam hidup berbangsa dan bernegara terkadang masyarakat merasa bingung dimana
yang lebih penting antara bangsa dan negara dan terkadang malah menyepelekan
keduanya. Negara adalah organisasi kekuasaan dari persekutuan hidup manusia,
sedangkan bangsa lebih menunjuk pada persekutuan hidup manusia.Suatu negara
pasti mempunyai identitas nasional sendiri-sendiri yang berbeda antara negara
yang satu dengan negara yang lain karena, identitas nasional suatu bangsa
menunjukkan kepribadian suatu bangsa tersebut
Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia, sebagai falsafah, ideologi,
dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar
negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. begitu besar pengaruh
Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia, Kondisi ini dapat terjadi
karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti
keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya,
serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Begitu banyak permasalahan yang sedang bangsa kita hadapi, mulai dari yang
sepeles sampai ke persoalan yang vital. Sebenernya semua persoalan bisa
diselesaikan apabila rakyat indonesia sudah menjiwai pancasila. tetapi negara
hanya meninggikan keilmuwan, ilmu penegatahuan tidak adanya pendalaman
pancasila, penerapana pancasila
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
dinamika dan tantangan pancasila sebagai dasar negara?
2. Apa
saja esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar negara?
3. Bagaimana
hubungan pancasila dengan proklamasi, pembukaan UUD 1945, dan pasal-pasal UUD 1945?
4. Apa
saja implementasi pancasila dalam perumusan kebijakan?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
dinamika dan tantangan pancasila sebagai dasar negara
2. Memahami
argumen tentang tantangan terhadap pancasila
3. Mengetahui
esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar negara
4. Memahami
hubungan pancasila dengan proklamasi, pembukaan UUD 1945, dan pasal-pasal UUD 1945
5. Mengetahui
implementasi pancasila dalam perumusan kebijakan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar
Negara.
Pancasila sebagai dasar negara lahir dan berkembang
melalui proses yag sangat panjang. Pada awalnya Pancasila bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia yaitu dalam adat istiadat, agama-agama serta dalam pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu nilai-nilai pancasila
telah diyakini kebenarannya, kemudian
diangkat menjadi dasar negara
sekaligus sebagai ideologi bangsa.
“Pancasila sebenarnya bukan lahir secara
mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang panjang,
dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa kita sendiri, melihat pengalaman
bangsa-bangsa lain, diilhami oleh ide-ide besar dunia, dengan tetap berakar
pada kepribadian bangsa kita sendiri dan ide besar bangsa kita sendiri,”
demikian ditandaskan oleh Presiden Soeharto pada Peringatan Hari Ulang Tahun
Parkindo yang ke-24 di Surabaya pada 15 Nopember 1969.[1]
Nama Pancasila lahir atas usulan atau ide Presiden
Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 pada sidang BPUPKI yang pertama. Saat itu
usulan beliau disambut hangat oleh para hadirin dengan tepuk tangan yang sangat
meriah. Dengan demikian BPUPKI mencapai sepakat kata, bahwa Negara Indonesia
akan dibangun atas dasar lima sila yang disebut Pancasila.
2.1.1
Argumen tentang dinamika pancasila sebagai dasar negara
A.
Perkembangan Pancasila pada Masa Kependudukan Jepang.
Jepang menduduki
Indonesia kurang lebih selama 3,5 tahun. Walaupun masa pendudukan Jepang
merupakan masa yang amat berat di dalam sejarah bangsa Indonesia, namun
demikian periode itu merupakan suatu momentum yang memacu gerakan kebangsaan
dan gerakan kemerdekaan Indonesia. [2]
Pada awalnya jepang
membuat suatu kebijakan politik yang dimaksudkan agar bangsa Indonesia menjadi
salah satu bagian dalam kekuatan Jepang. Namun hal itu secara tidak langsung
membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk lebih mematangkan pertumbuhan
pergerakan kebangsaan dan gerakan Indonesia Merdeka.
Untuk lebih
meyakinkan bangsa Indonesia, Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1 maret 1945. Tugas
badan ini ialah untuk mempersiapkan hal-hal yang penting yang berhubungan
dengan kemerdekaan bangsa dalam hal politik, ekonomi, tata pemerintahan dll.
Melalui badan bentukan Jepang inilah para pemimpin Indonesia merancangkan
sebuah dasar negara. Dan di dalam badan ini pula pemikiran tentang Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia muncul.
Dalam masa
tersebut, walaupun ideologi kebangsaan merupakan faktor yang dominan di dalam
perkembangan pemikiran pada waktu itu, namun status Pancasila belum menjadi
dasar negara dan belum mempunyai kekuatan hukum secara utuh, karena belum ada
negara Indonesia yang merdeka.
B.
Perkembangan Pancasila pada Masa Berlakunya UUD 1945 yang
Pertama.
Dengan adanya
proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 maka pada saat itulah bangsa Indonesia
resmi merdeka. Lalu pada tanggal 18 Agustus 1945 BPUPKI mengesahkan pembukaan
dan batang tubuh UUD 1945. Dengan demikian, maka Pancasila yang dalam artian
lima dasar negara resmi menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Hal itu dapat
dilihat dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat, yaitu:
“Kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerinta negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia.”[3]
Dalam periode ini
pemikiran mengenai Pancasila sebagian besar bersifat ideologis. Selain itu
praktik kehidupan politik dan kenegaraan yang terjadi pada waktu itu turut
serta membentuk perkembangan pemikiran mengenai Pancasila pada masa itu.
C.
Perkembangan Pancasila Selama Periode Berlakunya
Konstitusi RIS.
Pada masa Republik
Indonesia Serikat (RIS), kedudukan pancasila tidak dapat ditangguhkan sebagai
dasar negara yang tunggal, meskipun beberapa kali para nasionalis islam
menggugat dasar negara Indonesia di beberapa sidang konstituante. Meskipun nama
Pancasila tidak terdapat di dalam Pembukaan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (RIS), status Pancasila sebagai ideologi kebangsaan, dasar negara dan
dumber hukum tetap tertahan di dalam periode ini. Bahkan perkembangan akan
pemikiran mengenai Pancasila menunjukkan suatu kemajuan di kalangan masyarakat
akademis.
D.
Perkembangan Pancasila Selama Masa Berlakunya UUDS 1950.
Pemikiran tentang
lima dasar megara ada terdapat dalam mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) 1950, namun seperti halnya dengan UUD 1945 maupun Konstitusi RIS, nama
Pancasila dalam UUDS 1950 juga tidak tercantum. Meskipun demikian, pendapat
bahwa lima dasar negara itu adalah Pancasila dalam periode ini sudah semakin
berkembang. Perumusan mengenai dasar negara tetap mencerminkan pemikiran Ideologi
Kebangsaan. Dengan demikian status Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional tetap berkelanjutan.
E.
Perkembangan Pancasila Selama Orde Lama.
Dalam menghadapi
krisis dan permasalahan yang terjadi di dalam Majelis Konstituante, Presiden
Soekarno akhirnya mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang isinya
adalah:
a.
Membubarkan konstituante.
b.
Menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950.
c.
Pembentukan Mejelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS).
Dengan keluarnya
dekrit Presiden Soekarno tersebut, maka berlakulah kembali UUD 1945, dan secara
otomatis dinyatakan pula eksistensi Pancasila sebagai dasar negara. Dengan
dekrit tersebut, kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan sumber hukum
dikukuhkan, meskipun hal ini tidak disampaikan secara langsung dalam dekrit
Presiden Soekarno tersebut. Dan hal itu pula yang menyebabkan terjadinya
pergulatan ideologi tidak berhenti.
Selama era Orde Lama, Soekarno menetapkan sistem demokrasi terpimpin
dalam memimpin negara Indonesia yang secara prinsip bertolak belakang dengan
sila keempat Pancasila mengenai pengambilan keputusan berdasarkan
permusyawaratan perwakilan. Soekarno juga menyampaikan sebuah konsep politik
integrasi antara tiga paham dominan saat itu yaitu nasionalis, agama, dan
komunis (NASAKOM) yang kemunculannya lebih sering dibandingkan dengan dasar
negara Indonesia itu sendiri.
F. Perkembangan Pancasila Selama
Orde Baru.
Apabila pada masa sebelumnya pemikiran pancasila masih dilipui dengan
ditanamkannya ideologi-ideologi lain kedalam penafsiran Pancasila, maka pada
masa orde baru ini menampilkan pemikiran pelaksanaan pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen sebagai tema pemikiran utama. Pada masa ini, pandangan
umum mengenai Pancasila kembali dikuatkan dengan penempatannya sebagai dasar
negara dalam satu rangkaian integratif dengan UUD 1945 (Soemantri, 2007:17). Pada saat
itu seluruh komponen bangsa harus sepaham dengan Pancasila.
G.
Perkembangan Panacasila Selama Reformasi.
Pada tahun 1998 muncullah gerakan reformasi yang mengakibatkan Presiden
Soeharto harus lengser dari jabatannya sebagai presiden. Namun sampai saat ini,
nampaknya gerakan reformasi tersebut belum membawa perubahan yang signifikan
mengenai pengamalan pancasila di masyarakat Indonesia. Hal itu dapat dilihat
dari perilaku atau sifat yang muncul di masyarakat atau bahkan dalam
pemerintahan sendiri. Masih banyak penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di
dunia politik, atau bahkan masih ada orang yang dengan sengaja memaksakan
kehendaknya demi kepentingan dirinya sendiri.
Namun hal itu masihlah wajar, mengingat gerakan reformasi di Indonesia
ini masih belum lama, atau bahkan masih bisa dikatakan dalam masa proses.
Selain itu gerakan reformasi ini juga tampaknya tidaklah sepenuhnya gagal,
melalui gerakan ini banyak mucul tokoh-tokoh yang unggul, berkompeten dan
memihak pada rakyat.
Dampak positif lainnya adalah semakin meningkatnya partisipasi rakyat
terhadap politik, sehingga rakyat tidak lagi bersikap apatis terhadap masalah
yang timbul di bidang pemerintahan. Hal itu terjadi karena kebebasan
berpendapat yang dijunjung tinggi, sehingga mereka bebas mengeluarkan ide atau
gagasan-gagasan yang menurut mereka bisa membantu mengatasi masalah dalam
bidang politik.
Pada tahun 2004 sampai sekarang, mulai berkembang gerakan-gerakan yang
bertujuan untuk membangun kembali semangat nasionalisme melalui seminar-seminar
dan kongres. Hal itu bertujuan untuk menjaga eksistensi pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara bangsa Indonesia. Melalui gerakan tersebut
diharapkan penanaman dan pengamalan terhadap nilai-nilai pancasila semakin
tinggi, baik di dalam pemerintahan maupun masyarakat itu sendiri.
2.2 Argumen
tentang Tantangan terhadap Pancasila
Sebagai dasar negara, Pancasila
merupakan pondasi utama untuk membangun bangsa. Maka nilai-nilai Pancasila
harus terus dilestarikan dalam diri
bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila
memegang peranan penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila
merupakan nilai luhur, karakter, ruh dan ideologi, yang harus tertanam dalam jiwa raga bangsa
Indonesia.
Di era globalisasi yang
seperti ini, banyak hal yang akan berpotensi merusak moral serta nilai-nilai
Pancasila yang tertanam dalam diri bangsa Indonesia. Dalam menghadapi
perkembangan dunia modern Pak Harto mensinyalir: “Sering timbul kekeliruan
penilaian terhadap kepribadian ini. Orang menyamakan kepribadian bangsa yang
berakar dari sejarah dan kebudayaan sendiri yang tua dengan nilai-nilai
tradisionil yang umumnya diangkat sebagai rantai-rantai yang membelenggu proses
pembaharuan dan kemajuan. Memang sulit untuk menyangkal, bahwa tidak semua
nilai-nilai tradisionil itu cocok dengan tuntutan-tuntutan kemajuan, khususnya
terhadap tuntutan hidup berorganisasi modern dan pembangunan ekonomi yang
rasionil. Tetapi ini tidak berarti, bahwa nilai-nilai ‘45 yang merupakan
kepribadian bangsa yang berakar pada sejarah dan kebudayaannya sendiri harus
ditinggalkan. Persoalannya terletak pada kemampuan bangsa itu untuk memelihara
nilai-nilai luhur yang menjadi kepribadiannya, meneruskannya dari generasi yang
satu kepada generasi berikutnya dengan segala proses penyesuaian menuju
masyarakat modern. Sekali proses penerusan dan penyesuaian itu terlampaui
dengan berhasil, maka terjaminlah tumbuhnya masyarakat baru yang kuat, bersatu
dan dinamis.”
Oleh karena itu, bangsa
Indonesia perlu waspada akan perubahan jaman yang terjadi, agar nilai-nilai
luhur yang terdapat dalam pancasila tidaklah mudah luntur. Pancasila haruslah
tetap menjadi sebuah pedoman dan pandangan bangsa Indonesia dalam menghadapi
tantangan-tantangan yang ada baik dalam hal politik, ekonomi, agama maupun
sosial budaya. Hal tersebut dimaksudkan agar nilai-nilai Pancasila yang telah
tertanam dalam diri bangsa Indonesia tidaklah hilang karena adanya
budaya-budaya asing yang masuk.
2.3 Esensidan Urgensi Pancasila
sebagai Dasar Negara
2.3.1
Esensi pancasila sebagai
dasar negara
Esensi yang berasal dari kata essence
yang menurut kamus Longman berarti the most basic and important quality of
something, sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) esensi adalah kata benda yang artinya hakikat; inti;
hal yang pokok. Contoh penggunaannya adalah: Esensi pertikaian atara kedua
tokoh itu ialah pertentangan ideologi. Jadi segala sesuatu yang merupakan
Hakikat, dasar, inti, sari, hal yang pokok, penting, ekstrak dan konsentrat
dari segala sesuatu disebut esensi tergantung dalam konteks dan penggunaannya.
Semangat dan keinginan untuk
bebas dari segala penjajahan fisik maupun pemikiran pada rakyat Indonesia oleh kapitalisme dan
feodalisme yang mengambil secara paksa seluruh hak milik rakyat Indonesia dan
mengeksploitasi segala sumber daya alam yang Indonesia miliki. Dengan penindasan yang terjadi di Indonesia membuat rakyat menjadi erat
rasa persatuannya, melahirkan tujuan yang sama yaitu merdeka, damai, tentram,
dan makmur. Maka lahirlah sebuah ideologi Negara Indonesia yang mencakup segala
aspek kehidupan dan sebagai pedoman Indonesia yang disebut pancasila.
Dalam sila-sila pancasila
terdapat patologi budaya pancasila, yang bisa menghancurkan nilai-nilai yang
terkandung pada setiap sila pancasila. Fenomena yang terjadi pada masa
Indonesia saat ini seperti korupsi, kerusuhan, dan moral yang bertentangan
dengan nilai pancasila. Jika dasar pancasila itu tidak tertanam kuat pada diri
rakyat Indonesia maka negara ini akan berantakan. Dengan berkembangnya dunia
dan segala masukan berbagai macam dari luar negeri ke dalam negara, pancasila
sebagai konsep dasar kehidupan rakyat Indonesia harus diperkuat serta
ditanamkan agar kita tidak dijajah oleh bangsa lain. Memang tidak dijajah dalam
hal fisik tetapi dijajah dalam hal pemikiran
yang secara perlahan-lahan membuat berubah rakyat Indonesia dari
sila-sila pancasila itu sendiri.
Beberapa contoh penerapan esensi
pancasila sebagai dasar negara :
1.
Sila pertama
Ketuhanan yang Maha Esa, artinya sesuai dengan agama dan
keyakinan yang sejalan dengan asas kemanusiaan yang adil dan beradap. Contohnya rakyat Indonesia memiliki hak untuk memilih agama yang akan ia
anut dan jalani tanpa ada unsur paksaan, bebas melaksanakan kegiatan agama
dengan syarat tidak melanggar
norma-norma di Indonesia dan saling menghormati dengan agama lain.
2.
Sila kedua
Kemanusiaan yang adil dan
beradab, artinya setiap warga negara telah mengakui persamaan derajat,
kewajiban antara sesama manusia sebagai asas kebersamaan bangsa Indonesia, dan
hak. Contoh penerapannya, majikan tidak
sewenang-wenangnya bertindak kepembantunya yang tidak berperikemanusiaan.
Persatuan Indonesia artinya setiap warga negara
mengutamakan persatuan, kepentingan, kesatuan, dan juga keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi golongan yang selalu harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan diupayakan
secara terus-menerus. Contoh penerapannya,
tidak terlalu menonjolkan kebudayaan masing-masing daerah untuk melihat
siapa yang terbaik tetapi dipelajari dan ikut melestarikan dengan serta
meyakinkan bahwa perbedaan itu baik.
4.
Sila keempat
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan atau perwakilan artinya bermusyawarah
untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi dengan bijaksana, memikirkan
kententraman rakyat dan mengambil keputusan juga untuk rakyat dengan
mengikutsertakan perwakilan-perwakilan setiap masyarakat. Contohnya segala persoalan yang ada
untuk mendapatkan solusi dengan cara bermusyawarah unntuk mencapai tujuan ynang
diinginkan seperti rapat warga setiap RT
untuk membahas masalah dalam lingkungan tersebut.
5.
Sila kelima
Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia menggambarkan dalam bertindak supaya bersikap adil kepada
setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan status sosial, suku, ras, dan
bahasa sehingga tujuan dari bangsa Indonesia akan tercapai dengan
keikutansertaan semua rakyat Indonesia.Contohnya pemerintah mengadakan program wajib
bersekolah selama 9 tahun tanpa membedakan-bedakan guna mengatasi masalah pendidikan yang begitu
rendah.
2.3.2
Urgensi pancasila sebagai
dasar negara
Ir. Soekarno
menggambarkan urgensi pancasila secararingkas tetapi meyakinkan. Pancasila
adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah dan juga satu alat pemersatu bangsa yang juga pada
hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala macam penjajahan terutama imperialisme.
Memahami
urgensi pancasila
sebagai dasar negara, bisa menggnakan dua pendekatan yaiut, Pendekatan institusional dan pendekatan sumber daya manusia, Pendekatan institusional adalah
membentuk dan menyelenggarakan negara yang berdasarkan pada nilai-nilai pancasila
sehingga negara Indonesia dapat
mewujudkan tujuan negara atau terpenuhinya kepentingan nasional.
Sementara itu pendekatan sumber daya
manusiaterdapat pada dua aspek, yaitu orang-orang yang menjalankan pemerintahan dengan cara melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni
dan konsekuen di dalam mengemban tugas
dan brtanggung jawab. Sehinnga kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang
mengedepankan kepentingan rakyat.
Tetapi melihat kejadian yang jauh dari sikap penerapan nilai-nilai
pancasila pada Indonesia seperti, masyarakat yang
hanya memeluk agama tertentu karena faktor mayoritas sehingga ia tidak bisa
menjalani ajaran agamanya dengan baik, sikap tidak adil terhadap sesama hanya
karena perbedaan suatu hal, aksi bentrok antar suku karena rendahnya kesadaran
dan rasa persatuan, dan perlakuan tidak adil di beberapa tempat sosial karena faktor perbedaan RAS.
Untuk mengatasi beberapa masalah yang ada
perlu pemahaman yang mendalam terhadap urgensi pancasila sebagai dasar
negara. Dalam pemahaman tersebut ada tahap
implementasi juga yaitu tahap yang selalu memperhatikan prinsip-prinsip
good governance, antara lain transparan, akuntabel, danfairness sehingga
akan terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dan warga negara yang
berkiprah dalam bidang bisnis, harus menjadikan Pancasila sebagai sumber
nilai-nilai etika bisnis yang menghindarkan warga negara melakukan free
fight liberalism, tidak terjadi monopoli dan monopsoni, serta
warga negara yang bergerak dalam bidang organisasi kemasyarakatan dan bidang
politik. Maka Indonesia akan mencapai
tujuan yang di cita-citakan seperti yang diharapan pejuang-pejuang pada masa
dulu jika rakyat Indonesia menerapkan nila-nilai yang terkandung dalam
pancasila.
2.4Hubungan
Pancasila Dengan Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, Dan Pasal-Pasal UUD 1945
2.4.1
Hubungan Pancasila Dengan Proklamasi
Pancasila merupakan jiwa bangsa Indonesia sebagai
asas kerohanian dan dasar filsafat negara merupakan unsur penentu daripada ada
dan berlakunya tertib hukum bangsa Indonesia dan pokok kaidah negara yang
fundamental. Sedangkan proklamasi merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa
Indonesia yang bertekat untuk merdeka yang disemangati oleh jiwa Pancasila. Perjuangan bangsa indonesia ini kemudian
di jiwai, disemangati, didasari oleh nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Sehingga bisa dikatakan bahwa
nilai-nilai dalam pancasila yang mendasari
perjuangan bangsa indonesia untuk merebut kemerdekaan yang puncaknya
ditandai dengan proklamasi. Pada peristiwa proklamasi juga dilakukan penegakan,
penyelamatan, dan pengangkatan derajat nilai-nilai pancasila yang mana pada
saat penjajahan nilai-nilai tersebut telah direndahkan, dilecehkan, serta
diinjak-injak.
Proklamasi
kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah
pencerminan Falsafah hidup / pandangan hidup, rahasia hidup dan tujuan hidup
kita sebagai bangsa. Lepasnya nilai-nilai pancasila dari belenggu penjajahan
juga tidak lepas dari besarnya keinginan rakyat Indonesia pada saat itu untuk
merdeka, persatuan dan kesatuan juga berperan penting dalam proses pemerdekaan
Indonesia. Dimana persatuan dan kesatuan juga merupakan salah satu nilai yang
terkandung dalam pancasila.
2.4.2
Hubungan Pancasila
dan Pembukaan UUD 1945
Suasana kebatinan
UUD 1945 bersumber pada dasar filsafat negara yaitu
pancasila. Pengertian inilah yang menunjukkan kedudukan dan fungsi pancasila
sebagai dasar negara republik Indonesia. Keduanya juga membentuk suatu hubungan yang dapat dibedakan menjadi
hubungan formal dan material, seperti berikut:
A. Hubungan
formal
Pncasila sebagai
norma dasar hukum positif yang dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945.
Dengan demikian cara kehidupan, tanegara
tidak hanya bertopang kepada asas-asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapi
dalam perpaduanya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan
asas-asas kultural, religius dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya berdampak
pada pancasila. Berdasarkan
tempat terdapatnya pancasila dalam UUD 1945 secara formal dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1.
Bahwa rumusan
pancasila sebagi dasar negara republik indonesia adalah seperti yang tercantum
dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV.
2.
Bahwa pembukaan
UUD 1945 berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan pokok kaidah negara yang
fundamental
3.
Bahwa Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan
berfungsi sebagai sesuatu yang bereksistensi sendiri, yang hakekat kedudukan
hukum nya berbeda dengan pasal-pasal nya. Karena pembukaan UUD 1945 yang
intinya adalah pancasila tidak tergantung pada batang tubuh UUD 1945, bahkan
sebagai sumber.
4.
Pancasila
sebagai inti pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat,
tetap dan tidak dapat diubah yang terlekat pada kelangsunagn hidup negara
republik indonesia.
B. Hubungan
material
Hubungan pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain
hubungan yang bersifat formal, sebagaimana yang dijelaskan di atas juga
hubungan secara material sebagai berikut:
1.
Ditinjau dari proses perumusan
Pancasila secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-tama
adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian pembukaan UUD 1945. Jadi
berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai tertib hukum yang tertinggi, dan
tertib hukum Indonesia bersumberkan pada Pancasila. Pancasila sebagai tertib
sumber hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi sumber bentuk dan
sifat. Dalam pancasila
terdapat penjabaran tertib hukum Indonesia yang mana hal ini menunjukkan bahwa
pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum Indonesia berhubungan secara material
dengan pancasial.
2.
Selain UUD 1945 masih ada hukum dasar tidak tertulis yang
juga merupakan sumber hukum. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa hukum tidak
tertulis ini merumerupakan aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis, inilah yang dimaksuk
denagn konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan sebagai pelengkap atau pengisi
kekosongan yang timbul dari praktek kenegraan, oleh karena itu tersebut tidak
terdapat dalam Undang-Undang dasar.
2.4.3
Penjabaran Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945
A.
Pokok Pikiran Pertama
“Negara
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Hal ini berarti bahwa negara menghendaki persatuan dengan
menghilangkan faham golongan, mengatasi segala faham perseorangan. Dengan
demikian Pokok Pikiran Pertama merupakan penjelmaan Sila Ketiga Pancasila.
B. Pokok
Pikiran Kedua
“Negara
hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini
merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang didasarkan pada kesadaran bahwa
manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial
dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian Pokok Pikiran Kedua merupakan
penjelamaan Sila Kelima Pancasila.
C. Pokok
Pikiran Ketiga
“Negara
yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan”. Hal ini menunjukkan bahwa sistem negara yang
terbentuk dalam Undang-Undang Dasar haruslah berdasarkan atas kedaulatan rakyat
dan berdasar permusyawaratan/perwakilan. Pokok Pikiran Ketiga merupakan
penjelmaan Sila Keempat Pancasila.
D. Pokok
Pikiran Keempat
Alenia
keempat merupakan pernyataan mengenai keadaan setelah negara Indonesia ada, dan
mempunyai hubungan klausal dan organis dengan batang tubuh UUD 1945. Jadi dapat
dikatakan Pembukaan UUD 1945 alenia keempat dijabarkan (dijelmakan) dalam
batang tubuh UUD 1945.
2.4.4
Penjabaran Pancasila kedalam UUD
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Pasal
28E
Ayat 1 “Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Ayat 2 Setiap orang atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Pasal
29
Ayat
1 “ negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang maha Esa”.
Ayat
2 “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
Pasal
27(1) “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.
Pasal
28 “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan
maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal
30(1) “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam usaha pertahanan
dan keamanan Negara”.
Pasal
31(2) “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib
membiayainya”.
3. Persatuan
Indonesia
Pasal
1 “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang”.
Pasal
32(2) “negara menghormati dan memelihara
bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”.
Pasal
35 “bendera negara Indonesia ialah sang
merah putih”.
Pasal
36(A) “lambang negara ialah garuda pancasila dan semboyannya adalah bhineka
tunggal ika”.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Pasal
37(3) “untuk mengubah pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota MPR”.
5. Keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia
Pasal
34(1) “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan”.
Pasal
34(2) “negara mengembangkan sistem jaminan”
Pasal
34(3) “negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak”.
2.5 Implementasi Pancasila dalam Perumusan
Kebijakan
Implementasi Pancasila
dalam perumusan kebijakan terdapat pada berbagai bidang kehidupan negara, antara lain:
2.5.1
Bidang politik
Pada kehidupan politik
dalam negeri harus bertujuan untuk merealisasikan tujuan demi harkat martabat
manusia. Karena hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa manusia memiliki peran yang sangat
penting dalam negara. Dalam sistemnya juga harus berdasarkan pada tuntutan hak
dasar kemanusiaan yang biasa disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal itu
merupakan sebuah perwujudan hak atas dasar martabat kemanusiaan sehingga dalam
sistem politik negara mampu menciptakan sistem yang dapat menjamin hak-hak tersebut.
Dalam sistem politik,
negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada hakikat manusia
sebagai individu-makhluk sosial yang berperan sebagai rakyat. Maka kekuasaan
negara harus berdasarkan pada asal mula dari rakyat untuk rakyat. Contoh yang dapat
kita ingat dimasa lau adalah pada masa Soekarno. Pada zaman itu, sudah terdapat
kesadaran politik untuk membangun bangsa ini dengan hanya melibatkan 3 komponen
penting saja, meliputi Nasionalisme, Agama, dan Komunis (NASAKOM). Tetapi
prakarsa ini akhirnya menimbulkan kecemburuan dari pihak militer yang berujung
pada pelengseran Soekarno dari kekuasaannya. Hal itu menandakan bahwa dalam
rangka membangun bangsa ini tidak boleh dilakukan oleh beberapa kelompok saja,
melainkan seluruh rakyat Indonesia juga yang memiliki peran yang sangat penting
dalam membangun bangsa ini.
Selain dalam sistem politik negara, Pancasila juga memberikan
dasar-dasar moralitas terhadap politik negara. Hal itu telah diungkapkan para
pendiri negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), misalnya Drs. Moh. Hatta,
menyatakan bahwanegara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Hal ini menurut Moh. Hatta digunakan untuk
memberikan dasar-dasar moral supaya Negara tidak berdasarkan kekuasaan. Oleh
karena itu dalam politik negara termasuk para elit politik dan para
penyelenggara negara untuk memegang budi pekerti kemanusiaan serta memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan yang sistematis,
seperti halnya dalam politik negara yang harus berdasarkan pada kerakyatan
(Sila IV), pengembangan dan aktualisasi politik negara yang berdasarkan pada
moral ketuhanan (Sila I), moral kemanusiaan (sila II), dan moral persatuan
yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa (sila III). Adapun aktualisasi dan
pengembangan politik Negara demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama (sila
V).
Sedangkan dalam implementasi pancasila dalam perumusan kebijakan pada
bidang politik bertumpu kepada asas kedaulatan rakyat berdasarkan konstitusi,
mengacu pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Implementasi asas kedaulatan rakyat dalam sistem politik Indonesia, baik
pada sektor suprastruktur (lembaga politik negara) maupun infrastruktur politik
(lembaga kemasyarakatan negara), dibatasi oleh konstitusi. Hal inilah yang
menjadi hakikat dari konstitusionalisme, yang menempatkan wewenang semua
komponen dalam sistem politik diatur dan dibatasi oleh UUD, dengan maksud agar
tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh siapapun. Dengan demikian, pejabat
publik akan terhindar dari perilaku sewenang-wenang dalam merumuskan dan
mengimplementasikan kebijakan publik, dan sektor masyarakat pun akan terhindar
dari perbuatan anarkis dalam memperjuangkan haknya.
2.5.2
Bidang ekonomi
Dulu sistem ekonomi
dunia menggunakan dua sistem ekonomi dunia ekstrem, yaitu sistem ekonomi
kapitalis dan juga sistem ekonomi sosialis. Tetapi Bangsa Indonesia merasa
tidak cocok menggunakan dua sistem ekonomi tersebut, maka Bangsa Indonesia
mencari sistem ekonomi yang menurut para pendiri cocok untuk diterapkan di
Indonesia. Sistem ini biasa kita sebut dengan sistem ekonomi rakyat.
Pengambilan keputusan dapat dijabarkan sebagai mana pendapat Gran (1988) bahwa
konsepsi pembangunan yang berdimensi kerakyatan, lebih pada memberi mandate
kepada rakyat yang mempunyai kekuasaan mutlak dalam menetapkan tujuan mengelola
sumber daya maupun dalam mengarahkan jalannya pembangunan.
Mubyarto dalam Oesman
dan Alfian (1993: 240--241) memberikan pandangan sebagai bahan pembanding atas
uraian tersebut. Pandangan tersebut mengenai 5 prinsip pembangunan ekonomi yang
mengacu kepada nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut.
1.
Ketuhanan Yang Maha
Esa, roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial,
dan moral;
2.
Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab, ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan
pemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas- asas kemanusiaan;
3.
Persatuan Indonesia,
prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang
tangguh. Hal ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi;
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, koperasi
merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk saling konkrit dari usaha
bersama;
5.
Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang jelas dan tegas antara
perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan
ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam
bidang ekonomi mengidealisasikan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi nasional harus bertumpu
kepada asas-asas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan peran perseorangan,
perusahaan swasta, badan usaha milik negara, dalam implementasi kebijakan
ekonomi. Selain itu, negara juga harus mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah termasuk fakir miskin
dan anak terlantar, sesuai dengan martabat kemanusiaan sebagaimana diamanatkan
Pasal 34 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UUD 1945.
2.5.3
Bidang sosial budaya
Mari kita mengingat perumpamaan tentang sapu
lidi. Beberapa lidi yang disatukan, kemudian diikat bagian pangkalnya, dapat
digunakan untuk bersih-bersih daripada hanya sebatang saja. Filosofi dibalik
perumpamaan itu merupakan dasar berpijak masyarakat yang dibangun dengan nilai
persatuan dan kesatuan. Bahkan, kemerdekaan Indonesia pun terwujud karena
adanya persatuan dan kesatuan bangsa. Sejatinya, masyarakat Indonesia memiliki
karakter hidup bergotong royong sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam
pidatonya 1 Juni 1945. Namun rasa persatuan dan kesatuan bangsa ini sudah
tergerus oleh tantangan arus globalisasi yang bermuatan nilai individualistik
dan materialistik. Apabila hal ini tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin
jati diri bangsa akan semakin terancam. Sehingga dalam mengatasi permasalahan
tersebut, maka kita harus mengangkat nilai-nilai pancasila yang merupakan dasar
nilai yang dimiliki Bangsa Indonesia. Dalam prinsip etika pancasila pada
hakikatnya bersifat humanistik, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada
nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
berbudaya. Terdapat rumusan dalam sila kedua pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dalam
rangka pengembangan sosial budaya, pancasila merupakan sumber bagi peningkatan
humanisasi dalam bidang sosial budaya. Sebagai kerangka kesadaran pancasila
dapat merupakan dorongan untuk (1) universalisasi, yaitu melepaskan
simbol-simbol dari keterkaitan struktur dan (2) transendentalisasi, yaitu
meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual (Koentowijoyo,
1986).
Sedangkan dalam UUD 1945 juga dijelaskan pada
Pasal 36 A UUD 1945. Hal tersebut mengisyaratkan kepada segenap komponen bangsa
agar berpikir konstruktif, yaitu memandang kebhinnekaan masyarakat sebagai
kekuatan bukan sebagai kelemahan, apalagi dianggap sebagai faktor
disintegratif, tanpa menghilangkan kewaspadaan upaya pecah belah dari pihak
asing. Strategi yang harus dilaksanakan
pemerintah dalam memperkokoh kesatuan dan persatuan melalui pembangunan
sosial-budaya, ditentukan dalam Pasal 31 ayat (5) dan Pasal 32 ayat (1) dan
ayat (2) UUD 1945.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 31 ayat (5)
UUD 1945, disebutkan bahwa “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Di sisi lain, menurut
Pasal 32 ayat (1) UUD 1945, dinyatakan bahwa “Negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat
dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.” Sejalan dengan hal
itu, menurut Pasal 32 ayat (3) UUD 1945, ditentukan bahwa “Negara menghormati
dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” Nilai-nilai
instrumental Pancasila dalam memperkokoh keutuhan atau integrasi nasional
sebagaimana tersebut di atas, sejalan dengan pandangan ahli sosiologi dan
antropologi, yakni Selo Soemardjan dalam Oesman dan Alfian (1993:172) bahwa
kebudayaan suatu masyarakat dapat berkembang. Perkembangan budaya itu terdorong
oleh aspirasi masyarakat dengan bantuan teknologi. Hanya untuk sebagian saja
perkembangan kebudayaan itu dipengaruhi oleh negara. Dapat dikatakan, bahwa
terdapat hubungan yang saling memengaruhi antara masyarakat dengan kebudayaannya
pada satu pihak dan negara dengan sistem kenegaraannya pada pihak lain. Apabila
kebudayaan masyarakat dan sistem kenegaraan diwarnai oleh jiwa yang sama, maka
masyarakat dan negara itu dapat hidup dengan jaya dan bahagia. Akan tetapi,
apabila antara kedua unsur itu ada perbedaan, bahkan mungkin bertentangan,
kedua-duanya akan selalu menderita, frustrasi, dan rasa tegang.
Dengan demikian, semua kebijakan sosial budaya
yang harus dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
di Indonesia harus menekankan rasa kebersamaan dan semangat kegotongroyongan.
Karena gotong royong merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang tidak dimiliki
oleh Negara lain pada zaman ini maupun zaman dahulu.
2.5.4
Bidang hankam
Salah satu tujuan Negara
Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Dari tujuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa Negara Indonesia
didirikan untuk melindungi rakyat Indonesia, sedangkan Negara Indonesia itu
tidak hanya pemimpin dan pejabat negara saja, tetapi rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Karena hal itu, maka keamanan merupakan syarat tercapainya
kesejahteraan warga negara.
Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan
basis moralitas pertahanan dan keamanan Negara. Dengan demikian pertahanan dan
keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi terjaminnya harkat dan
martabat manusia. Terutama secara rinci terjaminnya hak-hak asasi setiap
manusia. Pertahanan dan keamanan bukanlah untuk kekuasaan sebab kalau demikian
sudah dapat dipastikan akan melanggar hak asasi manusia.
Begitu pula pertahanana dan keamanan Negara
tidak ditujukan untuk kelompok ataupun partia tertentu yang dapat berakibat
Negara menjadi otoriter dan totaliter. Oleh karena itu pertahanan dan keamanan
Negara harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila. Pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi
tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk tuhan yang maha Esa
(sila I dan II). Pertahanan dan keamanan Negara haruslah berdasarkan pada
tujuan demi kepentingan warga dalam seluruh warra sebagai waraga Negara (sila
III). Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin dasar-dasar, persamaan
derajat, serta kebebasan kemanusiaan (sila IV) dan akhirnya pertahanan dan keamanan
haruslah diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat
(terwujudnya suatu keadilan sosial) agar benar-benar Negara meletakkan pada
fungsi yang sebenarnya sebagai suatu Negara hokum dan bukannya suatu Negara
yang berdasarkan atas kekuasaan.
Dan juga dalam UUD 1945 telah dibahas tentang
keamanan dan ketertiban Negara yang terdapat pada pasal Pasal 27 ayat (3) dan
Pasal 30 ayat (1), (2), (3), (4), dan ayat (5) UUD 1945.
Pada pasal 27 ayat (3) “Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Dalam hal ini
berarti, kita sebagai warga Negara Indonesia tidak hanya memiliki hak untuk
dilindungi Negara dalam mendapatkan rasa aman kita, melainkan kita juga
memiliki kewajiban untuk melindunginya juga. Jika kita tidak ikut
melindunginya, maka Negara kita akan cepat mengalami kehancuran daripada
perkembangan. Hal itu penerapan dari pancasila sila IV yang mengutamakan
kegotong royongan. Wujud keikutsertaan warga negara dalam bela negara dalam
keadaan damai banyak bentuknya. Semua profesi merupakan medan juang bagi warga
negara dalam bela negara sepanjang dijiwai semangat pengabdian dengan dasar
kecintaan kepada tanah air dan bangsa. Hal ini berarti pahlawan tidak hanya
dapat lahir melalui perjuangan fisik dalam peperangan membela kehormatan bangsa
dan negara, tetapi juga pahlawan dapat lahir dari segala kegiatan profesional
warga negara. Misalnya, dalam bidang pendidikan dapat lahir pahlawan
pendidikan, dalam bidang olah raga dikenal istilah pahlawan olah raga, demikian
pula dalam bidang ekonomi, teknologi, kedokteran, pertanian, dan lain-lain
dapat lahir pahlawan- pahlawan nasional.
Sedangkan dalam Pasal 30 ayat (1), (2), (3),
(4), dan ayat (5) memiliki pinsip-prinsip yang merupakan nilai instrumental
Pancasila dalam bidang pertahanan dan keamanan, yaitu:
1.
Kedudukan warga negara
dalam pertahanan dan keamanan
Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UUD 1945, “Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara”.
2.
Sistem pertahanan dan
keamanan
Adapun sistem pertahanan dan keamanan yang dianut
adalah sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Dalam
Sishankamrata, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI) merupakan kekuatan utama, sedangkan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.
3.
Tugas pokok TNI
TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara, sebagai alat negara dengan tugas pokok mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara.
4.
Tugas pokok POLRI
POLRI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat masyarakat, mempunyai tugas pokok melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita simpulkan bahwa kelangsungan hidup
bangsa dan Negara ini bukan hanya tanggung jawab dari TNI dan POLRI saja,
melainkan merupakan tugas seluruh warga Negara. Karena kita yang memiliki
Negara ini, maka kita yang memiliki kewajiban untuk menjaganya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
Aika Grafika. 2014. Apa itu
Esensi?. (Online),
(http://aikagrafika.blogspot.co.id/2014/07/apa-itu-esensi.html), diakses 10
Oktober 2016
Anonim. 2014. Pancasila Pasca
Reformasi: Tantangan dan Hambatan yang dihadapi Pancasila Pasca Runtuhnya
Orba(online),(http://www.kompasiana.com/yogaswarafb/pancasila-pasca-reformasi-tantangan-dan-hambatan-yang-dihadapi-pancasila-pasca-runtuhnya-orba_54f94bcea33311ef048b4af9),
diakses 7 Oktober 2016
Anonim. 2015. Makalah “ESENSI
DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL”. (Online),
(http://phyelfsparkyu.blogspot.co.id/2015/08/makalah-esensi-dan-urgensi-identitas.html),
diakses 9 Oktober 2016
Anonim. 2015. Pancasila
Paradigma Pembangunan Segala Bidang. (online),
(http://www.pusakaindonesia.org/pancasila-paradigma-pembangunan-segala-bidang/),
diakses 10 oktober 2016
Anonim. 2015. Peranan dan
Tantangan Pancasila (online),
(http://www.pusakaindonesia.org/peranan-dan-tantangan-pancasila/comment-page-1),
diakses 7 Oktober 2016
Aulia Adinda. 2013. Pancasila
merupakan dasar negara yang harus dilestarikan. (Online),
(http://auliaadindadinda.blogspot.co.id/2013/05/pancasila-merupakan-dasar-negara-yang.html),
diakses 8 Oktober 2016
Deka lesthari. 2014.
Mengidentifikasi Pasal-pasal yang merupakan penjelmaan dari 4 pokok pikiran
(gamapatua). (Online),
(https://lestharideka.wordpress.com/2014/02/26/mengidentifikasi-pasal-pasal-yang-merupakan-penjelmaan-dari-4-pokok-pikiran-gamapatua/), diakses 7 Oktober 2016
Devi. 2013. Penjabaran
Pancasila kedalam 1945. (Online), (http://devinurvitasari18.blogspot.co.id/2013/07/penjabaran-pancasila-kedalam-uud.html),
diakses 8 Oktober 2016
Drs. H. KAELAN, M.S. 2001, Pendidikan
Pancasila, Edisi Reformasi Tahun 2000, Paradigma, Yogyakarta
Hilde Missa. 2014. Urgensi
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan diperguruan tinggi. (Online),
(http://hildemissa606.blogspot.co.id/2014/05/urgensi-pendidikan-pancasila-dan.html),
diakses 9 Oktober 2016
K.H. Dr. (H.C.) Achmad Hasyim
Muzadi, dkk, 2015, Reaktualisasi Pancasila,
Menyoal Identitas, Globalisasi, dan Diskursus Negara-Bangsa, Ombak, Yogyakarta
Lukman Prayogi. 2015. Esensi
nilai-nilai Pancasila. (Online),
(http://lukmanprayogi20.blogspot.co.id/2015/05/esensi-nilai-nilai-pancasila.html),
diakses 9 Oktober 2016
Lukman Tri A. 2012. Pentingnya
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia. (Online),
(http://www.kompasiana.com/lukmanthree/pentingnya-pancasila-sebagai-ideologi-bangsa-dan-negara-indonesia_55183aea81331126699de586),
diakses 9 Oktober 2016
Modul Pendidikan Pancasila.
Dirjen Dikti
Mokhammad Nasrulloh. 2016.
Makalah Penjabaran Pancasila Dalam Pasal-Pasal UUD 1945. (Online),
(http://nasrulelectric.blogspot.com/2015/11/makalah-penjabaran-pancasila-dalam.html),
diakses 8 Oktober 2016
Nurlaili Laksmi. 2013. Esensi
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia. (Online),
(http://nurlaili-laksmi-w-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-75329-Semester%20II-Esensi%20Pancasila%20Sebagai%20Ideologi%20Bangsa.html),
diakses 10 Oktober 2016
Pandji Setijo, 2013, Pendidikan
Pancasila, Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa, edisi keempat, PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta
Pranarka, A.W.M. 1985. Sejarah
Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta: Centre for Srategic and International
Studies (CSIS).
Raharjo, Teguh Andi. 2016.
Dinamika Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia (online),(http://hibanget.com/dinamika-pancasila-sebagai-dasar-negara-indonesia), diakses 7
Oktober 2016
Wredha
Demara. 2015. Esensi Nilai-Nilai
Pancasila . (Online), (http://killuaredha.blogspot.co.id/2015/06/esensi-nilai-nilai-pancasila.html), diakses 10 Oktober 2016

26 Maret 2018 pukul 05.47